Jumat, 18 April 2008

MENTALITAS BEMPER

Kamis, 25 Mei 2006 adalah Hari Raya Kenaikan Yesus Kristus. Satu hari libur yang "nyempil" ini membuat efek "harpitnas" (baca: hari kejepit nasional) bagi hari Jumat, 26 Mei 2006. Dan lagi-lagi seperti biasa kemudian dilakukanlah "peliburan" terhadap hari Jumat keesokan harinya. Model-model "peliburan" hari-hari dengan status Harpitnas semacam ini mulai berkembang semenjak pemerintahannya Pak SBY (maap ya pak, tapi kenyataannya gitu.. sok atuh refleksi diri). Alasannya memang luar biasa membuat geli: "Wong kejepit kok, nanggung. Daripada nanti pada gak masuk, mending diliburin sekalian tho!" Ironisnya, mentalitas macam ini dikembangkan oleh para Pegawai Negri Sipil (maap ye, tapi itu kenyataannya.. sok refleksi diri).

Hal itu adalah salah satu contoh baru mentalitas bemper bangsa Indonesia. Mentalitas bemper adalah istilah yang aku ciptakan untuk me-refer sikap dan pola pikir bangsa Indonesia yang suka "menambahi bemper" ketimbang memperbaiki kinerja. Begini, mari kita ambil contoh masalah harpitnas ini. Masalah harpitnas sebenarnya dapat diselesaikan dengan memperbaiki sistem pengawasan terhadap bawahan agar tetap masuk kerja walaupun Harpitnas atau membuat mekanisme sehingga bawahan dengan senyum lebar mau masuk kerja walaupun hari itu adalah Harpitnas. Tapi bukannya melakukan solusi yang lebih baik semacam itu, yang dilakukan bangsa ini adalah "menambah bemper" dengan meliburkan sekalian Harpitnas. Gendeng.

Contoh mentalitas bemper ini bertebaran gak keruan di seluruh penjuru nusantara ini. Berikut ini contohnya:

1. Lampu lalu lintas
mungkin expat yang mampir ke Indonesia bakal bingung nan geli karena untuk satu arah saja minimal ada empat tiang lampu lalu lintas di republik ini (setidaknya di Jakarta dan Bandung dan Jogyakarta). Empat tiang itu umumnya konfigurasinya adalah dua di tepi ujung jalan arah tersebut dan dua di ujung seberang jalan.

Dua lampu lalu lintas di ujung seberang jalan itu sebenarnya gak perlu. Namun karena pengguna lalu lintas di Indonesia -TERUTAMA- para motor itu sering berhenti melewati batas yang ditentukan (dibelakang garis zebra cross), maka dua tiang itu kemudian ditambahkan agar para pelanggar lalu lintas ini tetap dapat memonitor lampu lalu lintas.

Jadi bukannya memperbaiki sistem pengawasan terhadap mereka berhenti di atas atau di depan zebra cross, malahan kita (baca: bangsa Indonesia) "menambahkan bemper" yaitu memasang lampu lalu lintas di ujung seberang jalan sehingga para pelanggar itu bisa tetap nyaman.

2. Jadwal Kereta Api
Dulu waktu aku tingkat satu dan dua, kalau pulang ke Jakarta, aku selalu naik KA Parahyangan. Fenomena yang selalu terjadi adalah kereta telat. Umumnya telatnya itu hingga 20-45 menit melebihi waktu tempuh seharusnya yaitu tiga jam.

Karena rutin pulang dengan Parahyangan aku bisa mencermati jumlah menit telatnya. Namun, suatu saat (entah kapan) tau-tau Parahyangan itu gak telat. "Kok tumben, tepat waktu?" (maap pikiranku udah pesimistis gini..) Segera saja aku cek di lembar tiket Parahyangan. Dan percaya atau tidak, waktu tempuh yang biasanya adalah 3 jam dibuat menjadi 3 jam 45 menit. HAHAHA.... Makanya gak telat.. wong waktu tempuhnya ditambahi "bemper" sebanyak 45 menit.

Coba perhatikan di sekeliling kalian. Pasti bakal nemuin model-model mentalitas bemper semacam ini, mentalitas yang memberikan solusi yang tampak -sekilas- baik tapi sebenarnya murahan dan sama sekali gak menyelesaikan masalah. Sedih ya...

krisna

posted by Kantor Berita ITB

Tidak ada komentar: